
Pelajaran Dari Kasus CNN Indonesia: Jika Pers Tak Lagi Berani Bertanya, Siapa yang Akan Menggugat Kekuasaan?
Oleh: Effra S. Husein (Direktur Eksekutif Media Center Kahmi Jaya)
Membungkam pers sama dengan mematikan alarm kebakaran. Mungkin ruangan terasa tenang, tapi bara masalah tetap menyala. Demokrasi yang sehat justru butuh kebisingan: pertanyaan kritis, liputan tajam, dan keberanian media mengoreksi penguasa.
Kasus pencabutan kartu identitas liputan (ID pers) wartawan CNN Indonesia, Diana Valencia, menjadi pengingat betapa rapuhnya kebebasan pers jika tidak dijaga bersama. Hanya karena satu pertanyaan kritis tentang kasus keracunan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang ditujukan pada pemerintah, akses liputannya sempat dicabut oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden. Keputusan itu sontak memicu gelombang kritik publik dan organisasi profesi wartawan yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman.
Beruntung, setelah protes keras dari AJI, LBH Pers, Dewan Pers, dan desakan publik, Istana mengembalikan ID pers tersebut. Keputusan ini patut diapresiasi, tapi juga menjadi alarm: jika kebebasan pers bisa dibatasi hanya karena pertanyaan yang dianggap “tidak nyaman”, maka siapa yang akan menjamin peristiwa serupa tidak terjadi lagi?
Pers yang bebas adalah oksigen bagi demokrasi. Tanpa kebebasan pers, ruang publik akan sesak, gelap, dan pengap. Bayangkan bila tidak ada jurnalis yang berani bertanya, menggali data, atau mengungkap fakta. Skandal akan tetap tersembunyi, kebijakan publik berjalan tanpa kritik, dan rakyat hanya jadi penonton bisu.
Di tengah derasnya arus informasi—dan disinformasi—peran pers menjadi semakin penting. Media profesional yang mematuhi kode etik jurnalistik membantu masyarakat memilah mana fakta, mana opini, dan mana hoaks. Mereka adalah filter yang menjaga ruang publik tetap sehat.
Namun, kebebasan pers tak datang gratis. Selalu ada risiko: tekanan, intimidasi, bahkan ancaman. Setiap kali jurnalis diintimidasi atau dibatasi, yang terancam bukan hanya satu orang wartawan—tapi hak kita semua untuk tahu.
Kasus CNN Indonesia seharusnya menjadi pelajaran bersama. Negara wajib menjamin perlindungan terhadap jurnalis sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan UU Pers. Masyarakat pun perlu terus mendukung media yang independen, agar keberanian bertanya tetap hidup.
Kebebasan pers bukan milik jurnalis semata. Itu adalah hak kita bersama. Menjaga pers berarti menjaga suara kita. Dan menjaga suara kita berarti menjaga demokrasi tetap bernapas. (*)
Baca Juga : Revisi UU 1987 Wujudkan KADIN Jadi Pejuang Keadilan Ekonomi Bangsa