
Naik Cepat, Jatuh Lebih Cepat: Pelajaran Dari Kisah Penjilat Kekuasaan
Oleh: Effra S. Husein
Menjilat kekuasaan memang jalan pintas paling cepat untuk naik kelas. Tapi, secepat naik, bisa secepat itu juga jatuh.
Ambil contoh Immanuel Ebenezer. Dulu dikenal sebagai aktivis jalanan. Lalu muncul sebagai ketua relawan fanatik presiden, sebelum tiba-tiba menduduki kursi empuk: Komisaris Utama BUMN, bahkan Wakil Menteri. Kariernya melesat bak roket. Dari orasi di jalanan, mendadak duduk di lingkaran elite kekuasaan.
Sayangnya, roket itu justru meledak di udara. KPK menangkapnya dalam operasi tangkap tangan, menudingnya melakukan pemerasan. Puluhan mobil dan motor mewah ikut disita. Sungguh, naiknya kilat, jatuhnya pun sama kilat.
Kalau mau dibandingkan, kisahnya mirip Lucius Aelius Sejanus ( skt. 20 SM – 18 Oktober 31 M), di era Romawi kuno. Sejanus dulunya orang kepercayaan Kaisar Tiberius. Rajin menyingkirkan lawan, rajin memuja sang kaisar, sampai jadi orang nomor dua di Roma. Tapi begitu dianggap ancaman, ia ditangkap, dieksekusi, dan namanya dihapus dari sejarah. Singkat kata: naiknya karena menjilat, jatuhnya pun karena hal yang sama.
Dari sini, kita bisa melihat anatomi klasik para penjilat kekuasaan:
1. Loyalitas cair. Mereka bukan setia pada ide atau gagasan, tapi pada siapa yang sedang berkuasa. Hari ini Jokowi Mania, besok bisa Prabowo Mania.
2. Naik bukan karena prestasi. Jabatan sering jadi hadiah, bukan amanah. Tanpa kompetensi, biasanya diganti arogansi dan korupsi.
3. Akhirnya jadi beban. Ketika skandal pecah, bukan cuma nama mereka yang rusak, tapi juga patron politiknya. Dan di titik ini, sang patron akan lebih mudah “membuang” mereka.
Kisah Ebenezer jadi pengingat betapa rapuhnya kekuasaan yang dibangun di atas sanjungan. Hari ini dielu-elukan, besok bisa digusur.
Maka bagi siapa pun yang bercita-cita jadi pemimpin, belajar dari sejarah itu penting. Bangunlah karier di atas kompetensi dan integritas. Jangan hanya mengandalkan kedekatan atau pujian manis. Karena pada akhirnya, yang terbang terlalu cepat karena menjilat, biasanya jatuh lebih keras ketika waktunya tiba. (*)
Cikeas, 24 Agustus 2025
Keterangan Foto: Sejanus (Seianus), Lucius Aelius; Prefek Praetorian Romawi, kesayangan Kaisar Tiberius; sekitar 20/16 SM. 31 M. “Sejanus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati” (eksekusi di Roma, 18 Oktober 1931). Etsa karya G. Mochetti, diambil dari gambar karya Bartolomeo Pinelli (1781–1835). Dari seri: Istoria Romana (1810). Berlin, Sammlung Archiv für Kunst und Geschichte. (Wikipwedia)
Baca Juga : Pilgub DKI 2024, Satu atau Dua Putaran?